Skip to content Skip to footer

Membangun Kekuatan Kolektif, PSI Melakukan Penguatan Serikat Pekerja

Pendidikan serikat pekerja merupakan pondasi utama dalam membangun kekuatan pekerja yang terorganisir. Dalam situasi hubungan industrial yang semakin kompleks dan sering kali merugikan pekerja, dibutuhkan serikat pekerja yang tidak hanya ada secara formal, tetapi juga memiliki anggota dan pengurus yang sadar akan hak, peran, dan tugas serta tanggungjawabnya. Untuk itu, PSI menggelar pendidikan yang diikuti afiliasinya seperti SP PLN, PP IP, SPNP, dan SP BPJS Ketenagakerjaan yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 19-21 Mei 2025.

Pendidikan ini bertujuan memperkenalkan prinsip-prinsip dasar gerakan pekerja, hak-hak ketenagakerjaan, struktur dan mekanisme kerja serikat, serta pentingnya solidaritas. Peserta akan dibekali pemahaman ideologis tentang mengapa serikat pekerja diperlukan, sekaligus keterampilan awal dalam mengelola organisasi, merekrut anggota, serta melakukan advokasi di tempat kerja.

Indah Budiarti dari PSI menjelaskan bahwa Pendidikan Serikat Pekerja ini dirancang sebagai landasan utama untuk membangun kekuatan kolektif melalui penguatan pemahaman dan keterampilan dasar bagi para pengurus dan anggota. “Kita ingin memastikan bahwa setiap peserta tidak hanya tahu apa itu serikat, tetapi juga memahami mengapa serikat penting, bagaimana cara kerjanya, dan peran strategisnya dalam memperjuangkan hak-hak buruh,” ujarnya.

Menurut Indah, tujuan pendidikan ini mencakup empat hal utama. Pertama, memberikan pemahaman mendalam tentang fungsi, nilai, dan prinsip kerja serikat pekerja. Kedua, membekali peserta dengan keterampilan dasar seperti advokasi, pengorganisasian anggota, dan negosiasi di tempat kerja. Ketiga, mendorong pengembangan kapasitas kader agar mampu menjalankan fungsi organisasi secara efektif dan memperluas keanggotaan. Keempat, menanamkan semangat solidaritas dan kesadaran kelas yang menjadi pondasi perjuangan jangka panjang.

Dalam sesi pembuka, Ian Mariano, Southeast Asia Sub-regional Secretary, menekankan pentingnya kesadaran dan militansi dalam membangun organisasi yang kuat. “Serikat pekerja tidak boleh hanya hadir sebagai struktur formal. Ia harus hidup, sadar, dan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kelas pekerja,” ujarnya. Pandangan ini menjadi pengingat bahwa kekuatan buruh bukan hanya soal jumlah, tetapi soal kesadaran politik dan ideologis.

Sesi selanjutnya diisi oleh Rudy Hartono dari Merdika.id, yang memaparkan bagaimana dinamika politik nasional dan tekanan ekonomi global memberi dampak nyata terhadap dunia kerja di Indonesia. “Kita tak bisa bicara hak buruh tanpa membedah konteks kekuasaan dan kebijakan ekonomi yang bekerja di baliknya,” ungkap Rudy. Ia menekankan perlunya serikat untuk membangun strategi kolektif yang tangguh dan berorientasi pada perubahan sistemik.

Hari kedua pendidikan serikat pekerja diarahkan untuk memperkuat kapasitas organisasi dalam menjawab tantangan konkret di tempat kerja. Peserta diberikan keterampilan dasar yang vital, mulai dari pengelolaan struktur kepengurusan, advokasi kebijakan, hingga strategi penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Suherman dari SPEE-FSPMI membuka sesi dengan menekankan pentingnya pemahaman terhadap hak-hak dasar pekerja serta bagaimana struktur internal serikat harus dijalankan secara demokratis dan akuntabel. “Serikat bukan hanya tempat mengadu, tapi ruang belajar dan bertumbuh bersama. Untuk itu, pemahaman atas hak dan tanggung jawab sangat penting,” ujarnya.

Dalam sesi lanjutan, Kahar S. Cahyono dari KSPI membahas tentang solidaritas dan kepemimpinan kolektif. Ia menekankan bahwa kekuatan serikat lahir bukan dari individu, tetapi dari kerja bersama dan kesetaraan dalam memimpin. “Pemimpin dalam serikat bukan bos. Kita semua pemimpin, karena keputusan besar lahir dari forum bersama, bukan dari satu kepala,” tegas Kahar. Ia juga mengulas pentingnya serikat memahami hubungan industrial serta meningkatkan kapasitas dalam proses perundingan bersama agar hak-hak buruh bisa diperjuangkan secara efektif.

Penutupan hari kedua ditutup dengan sesi reflektif dari Vivi Widyawati, aktivis dari Perempuan Mahardika, yang mengangkat pentingnya perspektif gender dalam perjuangan buruh. Menurut Vivi, perjuangan kelas tidak bisa dilepaskan dari perjuangan melawan patriarki. Serikat harus menjadi ruang yang aman dan setara, terutama bagi perempuan pekerja. Sesi ini memperkaya pemahaman peserta tentang pentingnya kesetaraan dan keadilan dalam gerakan buruh yang inklusif.

Di hari terakhir, pendidikan difokuskan pada bagaimana serikat pekerja dapat memainkan peran aktif di tengah masyarakat dan memperluas pengaruhnya. Kahar S. Cahyono kembali hadir membawakan sesi tentang strategi kampanye organisasi, dengan menekankan pentingnya penggunaan media sebagai alat perjuangan.

“Di era digital, serikat yang diam adalah serikat yang ditinggalkan. Kita harus mampu mengelola narasi, menyampaikan suara buruh, dan membangun dukungan publik,” tegas Kahar. Sesi ini memberikan peserta pemahaman praktis tentang bagaimana mengemas isu-isu buruh menjadi kampanye yang berdampak, baik melalui media sosial, aksi massa, maupun advokasi kebijakan.

Selanjutnya, Neneng Khairiyah dari IUF Asia Pacific memberikan materi tentang manajemen keuangan yang transparan dan akuntabel. Ia menekankan bahwa tata kelola keuangan yang baik adalah fondasi kepercayaan anggota terhadap organisasi. “Anggota mau iuran jika mereka yakin uangnya dikelola dengan jujur dan digunakan untuk perjuangan. Transparansi adalah kekuatan moral serikat,” jelas Neneng.

Melalui pendidikan selama tiga hari ini, peserta tidak hanya memahami aspek ideologis dan teknis, tetapi juga diajak membangun serikat yang relevan, modern, dan dipercaya oleh anggotanya maupun publik luas.

Dengan berakhirnya pelatihan pada 21 Mei 2025, para peserta pulang dengan membawa semangat baru, pemahaman mendalam, dan komitmen kolektif untuk memperkuat gerakan buruh dari tingkat tempat kerja hingga ranah nasional. Pendidikan serikat pekerja ini membuktikan bahwa perjuangan kelas tidak lahir dari kehendak elite, melainkan dari kesadaran dan solidaritas pekerja yang terorganisir, militan, dan berorientasi pada perubahan sistem yang lebih adil dan demokratis.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Public Services International - Indonesia Project

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca